Extension and Communication of Fisheries

Extension and Communication of Fisheries

Sabtu, 28 September 2013

Menangkap Ikan Menggunakan Cahaya


Menangkap ikan, adalah kegiatan perburuan seperti halnya menangkap harimau, babi hutan atau hewan-hewan liar lainnya di hutan. Karena sifatnya memburu, menjadikan kegiatan penangkapan ikan mengandung ketidakpastian yang tinggi. Untuk mengurangi ketidakpastian hasil tangkapan ikan tersebut, nelayan sudah sejak lama menggunakan sarana “cahaya” sebagai alat bantu penangkapan ikan. 

Model Kombinasi Flapper, Selektor dan Mata Jaring Bujursangkar Untuk Efektivitas Alat Tangkap

Salah satu unit usaha penangkapan ikan berskala kecil, dengan tujuan penangkapan ikan-ikan demersal adalah jaring arad atau pukat tarik yaitu jaring yang cara kerjanya ditarik secara terus menerus dengan perahu sehingga dapat menangkap ikan banyak sekali. Bentuk jaring dan cara kerjanya sangat mirip dengan jaring trawl oleh karena itu alat ini disebut juga small bottom otter trawl (Dinas Perikanan, 1989).

Kamis, 26 September 2013

Ekstrak Ikan Gabus, Percepat Penyembuhan Penyakit pada Tubuh Manusia



Produk ekstrak gabus berguna membantu meningkatkan kesehatan serta mempercepat kesembuhan dan pemulihan penderita: kekurangan albumin, protein, haemoglobin, zat besi, penyakit stroke, diabetes mellitus, kanker, lupus, parkinson, jantung, penyakit hati, ginjal, asma, pasca operasi, lanjut usia, dan lain-lain.

Pengembangan Teknologi Penangkapan Dalam Pengelolaan Sumberdaya Ikan



Kegiatan penangkapan ikan di wilayah perairan Indonesia sudah mendekati kondisi yang kritis. Tekanan penangkapan yang meningkat dari hari ke hari semakin mempercepat penurunan stok sumberdaya ikan. Tingginya tekanan penangkapan khususnya di pesisir pantai telah menyebabkan menurunnya stok sumber daya ikan dan meningkatnya kompetisi antar alat penangkapan ikan yang tidak jarang menimbulkan konflik diantara nelayan. Sebagai akibat dari menurunnya pendapatan, nelayan melakukan berbagai macam inovasi dan modifikasi alat penangkapan ikan untuk menutupi biaya operasi penangkapannya. 

Pelanggaran penggunaan alat tangkap dan metoda penangkapan ikan bukan berita baru lagi dalam kegiatan penangkapan ikan. Salah satunya adalah pelanggaran penggunaan trawl (pukat harimau) secara illegal di beberapa wilayah peraiaran. 

Pemerintah (dalam hal ini DKP) sebenarnya tidak menutup mata atas semua kejadian pelanggaran itu. Penegakan hukum terhadap pelanggar memang sudah dilakukan. Namun, kesulitan mengontrol seluruh aktivitas nelayan khususnya di daerah terpencil dan perbatasan telah mendorong meningkatnya pelanggaran penangkapan ikan (illegal fishing).

Satelit Oseanografi Untuk Nelayan


Bagi nelayan negara maju, pemakaian satelit oseanografi yang menampilkan citra Suhu Permukaan Laut (SPL) dan sebaran klorofil merupakan hal rutin dan baku untuk memudahkan mereka mencari daerah tangkapan ikan potensial.

Sementara untuk nelayan Indonesia masih mengandalkan naluri dan pengalaman semata untuk menangkap ikan. Disamping itu pemakaian teknologi maju, sekalipun sudah baku seperti GPS (Global Positioning System) sebagai alat bantu navigasi yang dapat memandu mereka mencari lokasi yang ditunjukkan citra satelit oseanografi, sampai saat ini masih langka dimiliki nelayan tradisionil Indonesia. Tidak heran apabila sering kita dengar nelayan hilang atau pulang membawa hasil tangkapan sekadarnya, tanpa nilai tambah untuk perbaikan ekonomi keluarga mereka.

Pembangunan Negara Maritim


Ada lima aspek yang dapat menjadi modal utama dalam menopang penguatan pembangunan negara maritim modern di Indonesia. Sepakat dengan Son Diamar (2001), kelima aspek tersebut dapat menjadi pengamanan dan penguatan wilayah maritim Republik Indonesia secara terpadu. Masing-masing aspek tersebut memberikan pemahaman saling mendukung dan menguatkan.

Peneguhan pemahaman terhadap wawasan maritim yang menjadi pilar pertama dapat dilakukan dengan menumbuhkan kembali kesadaran geografis. Kesadaran geografis dapat dipahami dengan memberikan pengertian bahwa Indonesia adalah bangsa yang menempati kepulauan, dengan memiliki sumber daya alam (SDA) yang kaya tidak hanya di darat, tetapi juga di laut, dengan sistem nilai budaya bahari yang terbuka dan egaliter.

Upaya membangun kembali kesadaran wawasan maritim ini dilakukan melalui penyempurnaan kurikulum pendidikan nasional, pendidikan dan latihan bagi aparatur, dan sosialisasi melalui multimedia. Sosialisasi melalui multimedia diharapkan dapat memenuhi tuntunan global terhadap sarana pembelajaran dan pemahaman yang lebih mengena dan interaktif. Penyempurnaan kurikulum pendidikan nasional dilakukan dengan penambahan materi-materi yang berorientasi pada pengetahuan dan pemahaman terhadap laut dan perikanan Nusantara.

Rabu, 25 September 2013

Pengembangan Industri Rumput Laut Indonesia


Produksi rumput laut Indonesia,  khususnya jenis-jenis rumput laut yang tumbuh di daerah tropis adalah yang terbesar di dunia. Kontribusi Indonesia dalam bahan baku sudah diakui internasional, tetapi peran dan kontribusi Indonesia dalam industry pengolahan rumput laut masih harus ditingkatkan dan masih memiliki peluang cukup besar, seperti untuk industri agar-agar dan industry karaginan. Program pengembangan industry rumput laut nasional, sejalan dengan program-program pembangunan sector dan pengembangan komiditilainnya, terutama dalam hal pro-job, pro-poordanpro-growth.  
Lemahnya penguatan struktur industry rumput laut nasional, menyebabkan Indonesia masih dikendalikan oleh buyer dari luar. Karenanya langkah yang harus segera dilakukan adalah memprogramkan penguatan struktur industry rumput laut nasional dari hulu ke hilir. Membuat “cetak biru (blue print)” pengembangan industry rumput laut nasional yang berkelanjutan, dengan strategi pencapaiannya 5 sampai 10 tahun kedepan, juga merupakan hal yang mendesak untuk dilakukan. Tentunya dengan melibatkan berbagai pihak pemangku kepentingan, termasuk para pelaku usaha.
Program yang bersinergi dan terkoordinasi dengan baik antar kementerian terkait-dari pihak pemerintah- dan para pelaku usaha di pihak lain seperti para petani, pedagang, eksportir, dan industry pengolah, termasuk di dalamnya lembaga keuangan Bank dan non-bank, akan menjadi kunci keberhasilan pencapaian “cetak biru” pengembangan industry rumput laut nasional secara berkelanjutan.
Untuk keperluan tersebut di atas, Tim Rumput Laut BPPT bekerja sama dengan Indonesian Seaweed Society (Masyarakat Rumput Laut Indonesia) dan Asosiasi Rumput Laut  Indonesia (ARLI) melakukan kajian dan perumusan strategi pengembangan industry rumput laut nasional secara berkelanjutan, sebagai bahan masukkan bagi kementrian terkait, khususnya Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Riset dan Teknologi serta para pelaku usaha lainnya yang terkait.