Extension and Communication of Fisheries

Extension and Communication of Fisheries

Sabtu, 28 September 2013

Model Kombinasi Flapper, Selektor dan Mata Jaring Bujursangkar Untuk Efektivitas Alat Tangkap

Salah satu unit usaha penangkapan ikan berskala kecil, dengan tujuan penangkapan ikan-ikan demersal adalah jaring arad atau pukat tarik yaitu jaring yang cara kerjanya ditarik secara terus menerus dengan perahu sehingga dapat menangkap ikan banyak sekali. Bentuk jaring dan cara kerjanya sangat mirip dengan jaring trawl oleh karena itu alat ini disebut juga small bottom otter trawl (Dinas Perikanan, 1989).


Latar Belakang Perekayasaan Model
Unit penangkapan ikan yang berskala kecil ini ternyata dapat menampung 87%, nelayan di seluruh wilayah Indonesia. Untuk meningkatkan produksi perikanan Indonesia, khususnya perikanan laut, salah satu cara adalah dengan mengembangkan penangkapan ikan berskala kecil ini (Basuki dan Nikijuluw, 1988).

Disamping kelebihan yang dimiliki, penggunaan arad ternyata memiliki suatu dilematis. Dalam peranannya sebagai sumber pendapatan nelayan berskala kecil, dalam perkembangannya jaring arad cenderung termasuk pada alat tangkap yang dilarang penggunaannya karena bentuk dan cara kerjanya yang menyerupai trawl sehingga dapat disebut otter trawl dikarenakan cara kerjanya dan konstruksinya. Untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan suatu modifikasi alat tangkap pada efisiensi, peningkatan produksi dan kelestarian sumberdaya, dengan memberikan batas-batas ukuran dan konstruksi teknis untuk menghindari perkembangan alat ke arah kategori yang dilarang (Dinas Perikanan Jawa Tengah, 1988).

Kondisi krisis ekonomi yang dialami Indonesia sejak tahun 1997 sangat berdampak terhadap para nelayan khususnya bagi nelayan penangkap ikan sebagai produsen dan para pengolah ikan. Kondisi ini semakin memperparah keadaan yang pada saat sebelumnya para nelayan (penangkap dan pengolah) dan institusi terkait termasuk perguruan tinggi masih sedang berbenah diri untuk selalu berpikir dan bertindak untuk memperbaiki keadaan usaha dan kesejahteraannya.

Perguruan tinggi sebagai bagian dan sistem pendidikan nasional sangat bertanggung jawab terhadap mutu sumberdaya manusia tersebut, khususnya pada tingkat keterampilan, pengembangan usaha/bisnis, kepedulian terhadap kesehatan lingkungan dan kelestarian sumberdaya, serta pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Sejak dikeluarkannya Keputusan Presiden (Keppres) No. 39 Tahun 1980 tentang larangan dioperasikannya jaring Pukat Harimau (Trawl Net) khususnya di perairan Indonesia bagian Barat, maka banyak para pengusaha dan nelayan penangkap memodifikasi alat tangkap tersebut. Modifikasi-modifikasi yang telah dilakukan ternyata belum dapat selaras dengan salah satu tujuan dan maksud dihapuskannya jaring Trawl yakni menjaga kelestarian sumberdaya ikan dasar (demersal fish), bahkan perkembangan modifikasi alat tersebut selalu meningkat sepanjang tahun khususnya di perairan pantai utara Jawa Tengah (Asriyinto, Pramonowibowo dan Herry Boesono, 2001).

Sanitasi dan higiene dalam proses pengolahan ikan masih perlu ditingkatkan sampai memenuhi standar baku yang direkomendasikan baik untuk keperluan keserasian dengan lingkungan ataupun kesehatan bagi para konsumen dan untuk tujuan ekspor (Clucas and Ward, 1996). Dalam hal mengatasi perkembangan jenis pukat yang tidak ramah lingkungan dicoba atasi dengan pengenalan pukat modifikasi yang didasarkan dari hasil penelitian sebelumnya yang telah diuji efisiensi dan efektifitasnya serta tetap menjaga kelestarian sumberdaya ikannya. Dari hasil tangkapan jaring ini akan didapatkan kualitas ikan hasil tangkapan yang lebih baik dibandingkan dengan yang tidak menerapkan modifikasi, sebab ikan yang tertangkap dalam ukuran besar tertentu akan terpisah dengan ikan yang berukuran kecil. Dari awal produksi yang terkontrol ini akan secara berantai membawa dampak terhadap proses berikutnya sampai kepada nilai jual dan pemenuhan gizi konsumen secara lebih baik bagi nelayan/pengusaha penangkap maupun pengolah ikan (Asriyanto, Pramonowibowo dan Herry Boesono, 2001).

Tujuan Perekayasaan Model
Meningkatkan usaha dan kesejahteraan nelayan penangkap dan pengolah ikan akan berdampak secara simultan untuk cenderung tidak merusak lingkungan dan sumberdaya yang menjadi mata pencahariannya.

Keunggulan Teknologi
Sejak diberlakukannya Keppres No.39 tanggal 1 Juli 1980 tentang dilarangnya pengoperasian trawl atau pukat udang di Indonesia, alat tangkap trawl tidak dipakai lagi dalam penangkapan udang. Hal ini disebabkan karena penangkapannya yang tidak efektif, dimana lebih banyak diperoleh hasil sampingan yang mencapai 19 kali lebih besar dibandingkan hasil udangnya sendiri. Salah satu bentuk inovasi yang diterapkan adalah penggunaan kombinasi alat yang dipasang pada jaring dan penggunaan bentuk mata jaring bujursangkar (square mesh) pada bagian kantong jaring (cod end).

Flapper merupakan bagian jaring yang biasanya dipasang pada alat tangkap Hopp net danFyke net, yang termasuk alat tangkap perangkap (traps). Penambahan flapper pada alat tangkap arad terinspirasikan dari sistem non return device yang biasa terdapat pada Perangkap (traps). Untuk mencegah lolosnya ikan hasil tangkapan, traps dilengkapi dengan beberapa alat tambahan. Salah satunya adalah dengan jalan masuk (bukaan) yang bentuknya menyerupai funnel, yang dapat mengarahkan hasil tangkapan untuk menjauhi jalan keluar. Biasanya terdapat pada traps berukuran kecil dan terbuat dari kayu atau anyaman. Untuk menyulitkan lolosnya hasil tangkapan, melalui funnel ditambahkan flappler pada jalan masuk (bukaan) yang akan dilalui hasil tangkapan, yang akan mengayun ke arah bagian dalam dan alat tangkap, sehingga ikan yang telah masuk ke dalam jaring tidak dapat keluar lagi (Asniyanto, Pramonowibowo dan Herry Boesono, 2001).

Selektor merupakan anyaman benang jaring berbentuk bujursangkar (square mesh) yang ditautkan pada sebuah rangka (frame) yang dibuat dan batang rotan berbentuk lingkaran. Alat in biasa digunakan sebagai TED (Turtle Excluder Device) bentuk Georgia TED pada jaring pukat, khususnya pada Pukat Harimau (trawl) di negara-negara yang sudah menerapkan peraturan penggunaan TED. TED (Turtle Excluder Device) pada awalnya bertujuan untuk mengeluarkan hasil tangkapan kura-kura (turtle) dan hasil tangkapan ikan, guna melindungi kelestarian spesies ikan (Salim et. al, 1995) Di Indonesia TED mulai diperkenalkan pada tahun 1982 dengan nama BED (Bycatch Excluder Device) dan melalui berbagai percobaan di Selat Malaka, BED mampu mengurangi tangkapan yang tidak diinginkan (by catch) sampai 30% dan meningkatkan hasil tangkapan udang sampai 7% (Salim et.al, 1995).

Modifikasi dengan penambahan selektor berbentuk lingkaran berupa penambahan atau penempatan bingkai jeruji pada bagian badan (body) dan berfungsi untuk menyeleksi hasil tangkapan berdasarkan ukuran. Ikan-ikan berukuran besar akan tertahan di selektor, sementara yang berukuran kecil akan masuk ke bagian kantong, sehingga hasil tangkapan tidak bercampur di bagian kantong jaring sehingga akan lebih memudahkan dalam penyortiran/pemilahan hasil tangkapan.

BED digunakan di Indonesia setelah timbulnya larangan penggunaan trawl dengan tujuan utama untuk mengurangi hasil tangkapan sampingan terutama yang berupa biota dasar (Subani dan Barus, 1989).

Letak perbedaannya adalah pada TED terdapat pintu atau jendela yang dapat digunakan untuk mengambil hasil tangkapannya, yang mana tidak terdapat pada modifikasi arad ini. Dengan terseleksinya hasil tangkapan, diharapkan kondisi hasil tangkapan yang diperoleh akan lebih baik.

Penggunaan mata jaring berbentuk bujursangkar (square mesh) pada bagian kantong jaring memiliki keunggulan dibandingkan dengan mata jaring biasa yang umumnya berbentuk diamond, yaitu akan selalu dalam keadaan terbuka pada saat operasi penarikan jaring menyusuri dasar perairan. Dengan kondisi yang demikian, penarikan jaring akan lebih ringan sehingga menghemat bahan bakar dan tenaga kerja. Disamping itu, untuk pelestarian sumberdaya ikan, dengan memberi kesempatan pada ikan-ikan berukuran kecil untuk dapat meloloskan diri.

Salah satu bentuk modifikasi yang telah sukses diterapkan adalah penggunaan mata jaring bujursangkar (square mesh) pada bagian kantong (cod ends). Cara kerjanya dengan memanfaatkan perbedaan tingkah laku udang dan ikan. Tidak seperti udang, ikan akan menjaga jarak dengan jaring yang sedang bergerak dalam pengoperasian, sampai lelah dan terbawa ke arah kantong (condends). Di dalam jaring, ikan-ikan akan berusaha meloloskan diri melalui bagian atas dan sisi dalam dari kantong jaring.

Sebaliknya, udang memiliki reaksi yang lebih terbatas terhadap trawl. Aliran air akan memaksa udang untuk menghadang jaring dan terbawa ke bagian dasar jaring hingga ke bagian kantong (cod ends) (http//:www.fisheries.nsw.gov.au).


Sumber: http://perpustakaandinaskelautandanperikanan.blogspot.com/2011/05/model-kombinasi-flapper-selektor-dan.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar