![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEivBCxt5JIqXUgju1sWNL_qMCUnpm2ULJrMSuvqekklR8Sl0u0xHsoOL0vtD5fuIdEZg-F6nUvu9jV0uba8AtGyPkYNS_-wF6FnHjpZ57SOYiraDFWP6FFxCIbIG0AZyVVXSXIiSqXQqcw/s1600/136424.jpg)
Sementara untuk nelayan Indonesia masih mengandalkan naluri dan pengalaman
semata untuk menangkap ikan. Disamping itu pemakaian teknologi maju, sekalipun
sudah baku seperti GPS (Global Positioning System) sebagai alat bantu navigasi
yang dapat memandu mereka mencari lokasi yang ditunjukkan citra satelit
oseanografi, sampai saat ini masih langka dimiliki nelayan tradisionil
Indonesia. Tidak heran apabila sering kita dengar nelayan hilang atau pulang
membawa hasil tangkapan sekadarnya, tanpa nilai tambah untuk perbaikan ekonomi
keluarga mereka.
Aplikasi citra satelit oseanografi yang sudah menjadi kebutuhan dasar
nelayan modern di negara maju, masih merupakan barang mahal bagi sebagian besar
nelayan kita. Walaupun sebenarnya data tersebut telah tersedia dengan melimpah
di media internet dewasa ini, dan hanya diperlukan pengetahuan praktis
sederhana membaca citra satelit untuk melacak keberadaan ikan di laut.
Membaca
Citra Satelit
Hal yang pertama kali diperhatikan ketika melihat citra satelit adalah
memeriksa ketepatan overlay antara peta dan nilai besaran parameter yang
ditampilkan. Apabila kita temukan koordinat pada peta tidak sesuai dengan objek
citra, maka proses rektifikasi diperlukan untuk mengembalikannya pada posisi
yang benar. Secara visual cukup membuat sebangun antara peta bumi dan hasil
citra.
Selanjutnya membedakan kontras warna pada citra. Citra daratan yang direkam
pada siang hari menunjukkan warna merah (lebih panas) apabila dibandingkan
dengan laut warna biru (lebih dingin). Hal sebaliknya terjadi apabila rekaman
satelit dilakukan pada malam hari. Pengetahuan ini diperlukan agar tidak
kehilangan orientasi dalam menganalisis proses fisik yang terjadi di laut.
Kontras warna lainnya adalah hasil rekaman awan. Analisis citra satelit
biasanya ditampilkan sebagai warna putih. Untuk wilayah Indonesia yang berada
di lintang rendah, penampakan awan ini sangat intensif sehingga bias warna pada
pengolahan citra sangat mungkin terjadi. Terutama untuk membedakannya dengan
rekaman arus yang membawa massa air dingin. Cara
termudah membedakannya dengan melihat rekaman 2 buah citra satelit dalam kurun
waktu pendek (dalam sehari). Perpindahan lokasi massa air dingin oleh arus laut
berlangsung lebih lambat (1-2 m/s) dibandingkan pergerakan awan (5-20 m/s),
sehingga perpindahan objek citra massa air dingin relatif lebih stabil.
Kedua langkah di atas merupakan prosedur baku yang perlu dilakukan sebelum
menganalisis lokasi keberadaan ikan pada pertemuan dua buah arus yang membawa
massa air dengan perbedaan suhu kontras (convergence zone atau front) dan
upwelling.
Analisis
Citra Satelit
Upwelling pada umumnya terjadi di pantai, karena angin mendorong massa air
hangat di permukaan ke arah laut lepas dan kekosongan yang terjadi diisi massa air
dingin di dasar/kedalaman yang juga membawa sedimen dan zat hara sebagai sumber
makanan fitoplankton.
Secara visual kelimpahan fitoplankton dapat dilihat dari perairan sekitar
pantai yang berwarna keruh kehijauan. Tanda ini dapat dijadikan indikasi awal
lokasi upwelling atau kesuburan perairan. Kemudian warna putih
yang terdapat di sekitar perairan adalah awan. Lingkaran ungu yang
terbentuk pada gambar perairan dapat
dijadikan barometer tempat penangkapan ikan (fishing ground).
Lokasi potensial lainnya adalah mencari daerah pertemuan arus (convergence
zone) ataupun massa air hangat dan dingin (front). Analisis citra ditunjukkan
dengan garis warna merah yang merupakan pertemuan antara Arus Musim yang
bergerak ke arah tenggara (southeast ward) sejajar pesisir P. Sumatra dan Arus
Pantai Selatan Jawa yang pada Musim Timur bergerak ke arah baratlaut (Northwest
ward).
Mengapa daerah tersebut menjadi indikator keberadaan ikan?. Pertemuan arus
membawa semua algae dan rumput laut yang terapung terkonsentrasi di permukaan
dan membentuk garis front sepanjang pertemuan kedua arus tersebut. Algae dan
rumput laut merupakan sumber makanan bagi ikan kecil dan selanjutnya ikan
sedang dan yang lebih besar lagi dalam teori rantai makanan. Dengan
demikian secara sederhana nelayan dapat mencari ikan besar dengan mencari
lokasi dimana algae ataupun jenis rumput laut banyak ditemukan dalam formasi
garis front (garis merah pada peta sebagai contoh).
Mensejahterakan kehidupan nelayan Indonesia dapat dilakukan pemerintah
dengan memberikan informasi terbaru peta sirkulasi arus laut dan kondisi
oseanografi hasil analisis citra satelit di seluruh perairan Indonesia setiap
harinya melalui media yang dapat dengan mudah dijangkau mereka, seperti radio
dan televisi nasional.
Apabila hal tersebut dapat diwujudkan pemerintah, maka seorang nelayan
dengan kemampuan praktis di atas dapat membaca dan menganalisis citra satelit
oseanografi untuk menentukan wilayah tangkapan ikan di sekitar tempat
tinggalnya dengan mudah. Hal ini tentunya akan menghemat biaya operasional dan
meningkatkan hasil tangkapan mereka. Dengan demikian kita harapkan ada
peningkatan kualitas hidup nelayan di Indonesia.
sumber : Fadli
Syamsudin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar